Minggu, 31 Mei 2020

MATERI PERTEMUAN KE VI Bank dan Lembaga Keuangan Syariah ASURANSI SYARIAH


MATERI PERTEMUAN KE VI
Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
ASURANSI SYARIAH
A.      Pengertian
Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan dengan prinsip-prinsip syariah dengan usaha tolong-menolong (ta’wuni) dan saling melindungi (takafuli) diantara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (dana tabarru’) yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi resiko tertentu. Berikut beberapa definisi dalam asuransi syariah sebagai berikut:
1.    Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan kewajiban para pihak sesuai prinsip syariah.
2.    Akad Tabarru’ adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu peserta kepada dana tabarru’ untuk tujuan tolong-menolong diantara para peserta. Yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.
3.    Akad Wakalah bil Ujrah adalah akad tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahan sebagai wakil peserta  untuk mengelola dana Tabarru’ dan/ atau dana investasi peserta. Sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah (fee).
4.    Akad Mudharabah adalah akad untuk memberikan bagi hasil atas investasi dana tabarru’
5.    Kontribusi adalah sebuah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada persahaan yang sebagian akan dialokasikan sebagai iuan tabarr’ dan sebagian lainnya sebagai fee(ujrah) untuk perusahaan.
6.    Iuaran dana Tabarru’ adalah sebagian dari kontribusi yang dibayarkan oleh peserta yang kemudian dimasukan kedalam kumpulan dana tabarru’ dengan akad tabarru’
7.    Dana Tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal dari kuntribusi yang peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan akad tabarru’ yang disepakati.
8.    Surplus/Defisit Underwriting adalah selisih lebih/kurang dari total kontribusi peserta kedalam dana tabarru’ setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim, kontribusi reasuransi, dan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu.
B.      Pinsip-Prinsip
1.      Asuransi Syariah Menjalankan Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid menjadi prinsip dasar dalam asuransi syariah. Hal inilah yang menjadi salah satu poin utama yang wajib dioahami dengan baik. Dalam prinsip ini, niat dasar memiliki asuransi bukanlah untuk meraih keuntungan semata, melainkan untuk ikut serta dalam menerapkan prinsip syariah dalam asuransi.
2.      Asuransi Syariah Mengamalkan Prinsip Keadilan
Dalam asuransi syariah juga terdapat prinsip keadilan dimana nasabah dan pihak perusahaan asuransi bersikap adil satu sama lain. Artinya, kedua belah pihak ini harus berkeadilan terkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan begitu, tidak ada pihak yang merasa terzalimi atau dirugikan atas penggunaan prodeuk asuransi tersebut.
3.      Asuransi Syariah Memuat Prinsip Tolong-menolong
Prinsip tolong-menolong menjadi salah satu poin penting dalam konsep asuransi syariah. Sesame nasabah memang diwajibkan untuk saling berderma dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Hal yang seperti inilah yang dilakukan ketika salah satu nasabah terkena musibah dan mengalami kerugian sehingga pihak perusahaan asuransi hanya akan bertindak sebagai pengelola dana saja didalam konsep asuransi syariah.
4.      Ada Prinsip Kerja sama dalam Asuransi Syariah
Asuransi Syariah juga menjalankan prinsip kerja sama antara asabah dan perusahaan asuransi selaku pengelola dananya. Kerja sama ini dilakukan sesuai dengan perjanjian/ akad yang telah disepakati sejak awal oleh kedua belah pihak. Dengan demikian, keduanya dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan seimbang.
5.      Asuransi Syariah Dilandasi Prinsip Amanah
Perusahaan asuransi juga dilandasi prinsip amanah dalam mengelola dana nasabah dan hal yang sama juga berlaku bagi para nasabah asuransi syariah. Dalam hal ini, nasabah harus bersikap jujur dan tidak mengada-ngada ketika mengajukan klim. Disisi lain, pihak perusahaan asuransi juga tidak boleh semena-mena dalam mencari keuntngan, termasuk dalam mengambil sebuah keputusan.
6.      Asuransi Syariah Memiliki Prinsip Saling Rada
Prinsip saling rida ini menjadi dasar dalam setiap transaksi yang terjadi didalam asuransi syariah sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik dan sesuai ketentuan. Artinya, nasabah rida ketika dananya dikelola perusahaan asuransi sebagaimana mestinya yang sesuai dengan konsep syariah. Sementara perusahaan asuransi juga harus rida dengan amanah yang diterimanya dari nasabah. Dan mereka harus mengelola dana nasabah tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7.      Asuransi Syariah Bekerja dengan Prinsip Menghinndari Riba
Konsep syariah tidak membenarkan adanya riba, termasuk dalam asuransi syariah. Artinya, semua dana/premi yang dibayarkan nasaba kepada perusahaan asuransi wajib diinvestasikan dalam berbagai bisnis tertentu yang sesuai dengan prnsip syariah.
8.      Asuransi Syariah Berjalan dengan Prinsip Menghindari Bertaruh
Jika dalam asuransi konvensional pengunaan prinsip maisir ( mirip gambling ) adalah hal yang lumrah, hal ini tidak berlaku dalam asyransi syariah. Asuransi syariah menghindari pengunaan konsep tersebut akan menerapkan sistem risk sharing didalam layanan mereka.
9.      Asuransi Syariah Berdasar pada Prinsip Menghindari Ketidakjelasan
Asuransi syariah tidak memperbolehkan adanya gharar ( ketidakjelasan) dalam layanan mereka. Sebab asuransi ini mengunakan konsep risk sharing dan bukan risk  transfer sebagaimana yang lasim digunakan dalam asuransi konvensional.
10.  Prinsip Menjauhi Praktik Suap-menyuap
Baik perusahaa asuransi maupun nasabah pengunanya, keduanya harus selalu menjauhkan diri dari praktik suap-menyuap dalam semuah trnsaksi yang dilakukan.
C.      Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
a.       Kontak atau perjanjian asuransi syariah menggunkan akad Hibah(tabarru’) yang dilakukan sesuai syariat islam dan halal. Sedangkan kontrak asuransi konvensional dilakukan seperti transaksi pada umumnya. Nasabah menyepakati kontarak (premi, rentang waktu, dan lainnya) yang diajukan oleh perusahaan asuransi.
b.      Kepemilikan dana. Kepemilikan dana asuransi syariah adalah dana bersama milik semua peserta asuransi. Jika ada peserta membutuhkan bantuan  , peserta lain termasuk anda akan memantu melalui dana distribusi. Hal ini disebut dengan prinsip sharing of risk. Sedangkan asuransi konvensional akan mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah, yang berasal dari pembayaran premi perbulan.
c.       Investasi berbentuk tabarru’ dilakukan sesuai syariat islam, sehingga investasi akan mengambil instrument yang halal. Sebaliknya, asuransi konvensional bebas memilih instrument investasi, tanpa melihat halal dan non-halal.
d.      Surplus underwriting. Ini adalah dana yang akan diberikan kepada peserta bila terdapat kelebihan dari rekening tabarru’ termasuk juka ada pendapatan lain setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim dan hutang kepada perusahaan (jika ada). Hal ini tidak berlaku pada asuransi konvensional, karena semua keuntungan dimiliki oleh pihak asuransi.
e.       Proses klaim. Asuransi syariah memungkinkan seluruh keluarga inti menggunakan satu polis. Disamping itu, kontribusi tabarru’ lebih ringan dibanding pembayaran premi, seluruh keluarga akan mendapatkan perlindungan riwayat inap rumah sakit. Asuransi konvensional hanya memperbolehkan satu orang memegang satu polis.
f.        Zakat adalah rukun islam yang wajib dilakukan oleh umat islam. Sehingga asuransi syariah mewajibkan peserta membayar zakat. Jumlahnya ditentukan berdasarkan keuntungan perusahaan. Hal ini tidak berlaku pada asuransi konvensional.
D.     Mekanisme Kerja Asuransi Syariah
1.      Underwriting
Proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan dengan besarnya resiko  untuk menentukan besarnya premi.
2.      Polis Asuransi
Surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan asuransi.
3.      Premi (kontribusi)
Premi dalam asuransi syariah umumnya dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.       Premi tabungan
b.      Premi tabarr’
c.       Premi biaya
4.      Pengelolaan dana asuransi (premi)
Pengelolaan dana asuransi dapat dilakukan dengan akad mudharobah, mudharobah masyarakat bil ujrah. Pada akad mudharobah, keuntungan perusahaan asuransi syariah dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil)
5.      Jenis Investasi Usaha Asuransi Syariah
Investasi merupakan penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik yang melali sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui kerja sama yang lebih berorientasi resiko yang dirancang untuk mendapatkan perolehan modal
6.      Klaim
Hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad
7.      Penutupan Asuransi
Berakhirnya perjanjian asuransi
E.      Pengembangan Asuransi Syariah
Asuransi syariah di Indonesia secara de facto diawali dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 februari 1994 atas prakarsa tim pembentukan asuransi tafakul Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh ikatan Candekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departeme keuangan RI, serta beberapa pengusaha muskim Indonesia. TEPATI ini mengadakan study banding kemalaysia pada tanggal 7-10 agustus 1993 sebagai langkah awal pendirian, untuk melihat perkembangan dan sistem asuransi syariah di Malaysia yang dikelola oleh perusahaan atau syarikat takaful Malaysia SDN, Bhd. Setelah melakukan study banding TEPATI mendirikan PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 februari 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-6712.HT.01.01. Th. 1994 dan SIUP Departemen Perindustrian dan perdagangan RI No. 533/09-01/VII/2000. Sebagai pelopor asuransi syariah di Nusantara, PT. syarikat Takaful Indonesia telah melayani masyarakat dengan jasa perlindungan asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dan menerapkan prinsip-prinsip murni syariah pertama di Indonesia, selama lebih dari satu dasawarsa, melalui dua perusahaan operasionalnya: PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah), sebagai anak perusahaan dari PT. Takaful Indonesia sebagai perusahaan induk (Holding Company).

Keberadaan PT. Syarikat Takaful Indonesia secara de jure baru diakui dengan didirikan PT Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di bidang asuransi jiwa syariah (Islamic Life Insurance Company) pada 4 Agustus 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-9583.HT.01.01. Th. 1994 dan SK. Menteri Keuangan RI No. 385/KMK.017/1994 dan mulai beroperasi pada 25 Agustus 1994 ditandai dengan peresmian oleh Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad dan diikuti dengan pendirian anak perusahaan yang bergerak di bidang asuransi umum syariah (Islamic General Insurance Company) yaitu PT Asuransi Takaful Umum, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-18.286.HT.01.01. Th. 1994 dan SK. Menteri Keuangan RI No. 247/KMK.017/1995 pada tanggal 31 Mei 1995, yang diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie pada 1 Juni 1995.
Kepemilikan mayoritas saham Syarikat Takaful Indonesia saat ini dikuasai oleh Syarikat Takaful Malaysia Berhad (56%) dan Islamic Development Bank (IDB 26,39%), sedangkan selebihnya oleh Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Bank Muamalat Indonesia serta Karya Abdi Bangsa, Koperasi Karyawan Takaful dan pemegang saham lainnya.
Adapun latar belakang lahirnya sistem asuransi syariah dan penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia adalah :
a.       Dengan sistem konvensional, sistem perekonomian akan rapuh dan tidak akan menyelesaikan problem
b.      Prinsip syariah sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al Qur’an (pedoman bagi umat Islam dalam bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsur-unsur keadilan dibandingkan dengan sistem konvensional adanya permintaan pasar
c.       adanya kebijakan pemerintah yang memberi kesempatan pada perusahaan untuk membuka divisi syariah dan Fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah
d.      asuransi syariah di Indonesia sebelum kurun waktu tahun 2001 hanya dijalankan oleh PT. Takaful sebagai pemain tunggal bidang usaha asuransi syariah.
Asuransi Takaful sampai dengan tahun 2001 awal merupakan pemain tunggal dalam asuransi syariah di Indonesia, namun peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah dengan adanya kebijakan pemerintah melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan usahanya berbasis syariah melalui 3 (tiga) alternatif pendirian yaitu:
1. konversi langsung secara penuh dari asuransi konvensional ke asuransi syariah dengan mengubah akad dan menghilangkan unsur maysir, gharar dan riba; atau
2. membentuk langsung lembaga asuransi syariah; atau
3. membuka kantor cabang asuransi syariah/divisi asuransi syariah.


Adapun kendala ataupun kesulitan yang dihadapi perusahaan asuransi dalam mengembangkan asuransi syariah adalah :
a. Belum adanya payung hukum mengenai asuransi syariah. Belum ada payung hukum yang secara khusus mengatur mengenai asuransi syariah di Indonesia. Selama ini, asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara operasional asuransi syariah masih mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah baik berupa peraturan pemerintah melalui PP No. 73 Tahun 1992 jo PP No. 63 Tahun 1999 jo PP No. 39 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan usaha perasuransian.
Adanya perasaan traumatik pada asuransi konvensional. Perasaan traumatik ini lahir karena mempunyai pengalaman dengan asuransi konvensional yaitu ketika mereka sebagai nasabah asuransi konvensional dan karena suatu hal tidak dapat menunaikan kewajibannya membayar premi maka ketika mereka akan mengurus asuransi tersebut mengalami kesulitan prosedural dan bahkan dalam polis secara jelas dan terang terdapat klausa bahwa apabila tidak sanggup melakukan pembayaran maka uang yang sudah dibayar tidak bisa dikembalikan.
Perkembangan dan pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia khususnya Yogyakarta masih mengalami kesulitan ataupun kendala sebagai suatu hambatan dalam asuransi syariah. Adapun kendala ataupun kesulitan yang dihadapi perusahaan asuransi dalam mengembangkan asuransi syariah adalah :
a. Belum adanya payung hukum mengenai asuransi syariah. Belum ada payung hukum yang secara khusus mengatur mengenai asuransi syariah di Indonesia. Selama ini, asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara operasional asuransi syariah masih mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah baik berupa peraturan pemerintah melalui PP No. 73 Tahun 1992 jo PP No. 63 Tahun 1999 jo PP No. 39 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan usaha perasuransian, maupun regulasi menteri keuangan yang berkaitan dengan asuransi syariah dan juga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI melalui Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan asuransi syariah. Regulasi yang ada tersebut sudah lebih baik dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan asuransi syariah karena regulasi tersebut dikeluarkan pemerintah melalui menteri keuangan berkaitan dengan asuransi syariah, namun regulasi yang ada dan Fatwa DSN-MUI belum bisa mengakomodasi asuransi syariah karena Fatwa DSN-MUI tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang secara khusu mengatur asuransi syariah. Namun, sampai saat ini belum ada payung hukum bagi asuransi syariah, meskipun RUU Asuransi Syariah sudah lama diajukan ke DPR dan diharapkan RUU ini akan segera disetujui DPR sebagaimana RUU Perbankan Syariah yang telah lebih dulu disetujui belum lama ini.
b. Faktor sumber daya manusia. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang benar-benar mempunyai kualifikasi, mengerti mengenai syariah  dan asuransi syariah, serta mempunyai semangat perjuangan dan pengembangan ekonomi syariah khususnya asuransi syariah. Minimnya sumber daya manusia ini disebabkan karena sebagian besar dari sumber daya manusia yang ada merupakan lulusan dari program studi konvensional dan kurang paham mengenai syariah sehingga menyebabkan ketidakcocokan antara pengetahuan yang dipelajari saat di perguruan tinggi dengan bidang kerja yang dijalaninya dan kondisi ini dapat menghambat perkembangan ekonomi syariah. Selain jumlah sumber daya manusia yang minim, kendala dari segi sumber daya manusia yaitu masih rendahnya motivasi diri dan belum ada pemahaman yang matang mengenai segmentasi pasar dari team marketing perusahaan sehingga masih ada kekacauan pasar.
c. Manajemen kantor cabang. Berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan fakta bahwa manajemen kantor cabang masih tumpang tindih. Kantor cabang belum mempunyai pemisahan fungsi manajemen layaknya di kantor pusat sehingga dimungkinkan terjadi tumpang tindih diantara fungsi manajemen tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RPS MATA KULIAH MANAJEMEN RESIKO

    INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS (ITB) HAJI AGUS SALIM BUKITTINGGI PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN, S1 AKUNTANSI S1 DIGITAL BIS...